Edi Purwanto Trace

Save the Freedom Thoughts

Archive for the ‘penelitian’ Category

Metode Etnografi: Model Pendekatan Kajian Budaya

Posted by Edi Purwanto pada Juni 15, 2011

Preambule

Dalam kontestasi budaya global ini mobilitas masyarakat semakin tinggi, percepatan alur kebudayaan semakin tidak bisa dilihat dengan model angka-angka kuantitatif. Kondisi ini menjadikan model penelitian kualitatif semakin menjadi arus utama dalam melihat kondisi sosial di masyarakat. Kemampuannya menghasilkan produk analisis yang mendalam sejalan dengan alur dan settingnya, diakui sebagai paradigma yang patut diperhitungkan dalam rangka melihat, mengatahui dan menghadirkan refleksi bagi kajian budaya pada konteks zamannya. Beberapa metode penelitian berbasis paradigma kualitatif ini diantaranya adalah fenomenologi, analisis wacana, studi kasus, semiotik dan etnografi kini mulai dilirik para ilmuwan maupun peneliti baik mahasiswa.

Etnografi yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Dalam kajian budaya, etnografi digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan masyarakat dalam setting sosial dan budaya tertentu, misalnya penelitian mengenai agama Jawa yang dilakukan oleh Clifford Geertz (1955), ataupun penelitian mengenai anak-anak jalanan, pengamen dan lain sebagainya. Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik “observatory participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu. Yang lebih menarik, sejatinya metode ini merupakan akar dari lahirnya ilmu antropologi yang kental dengan kajian masyaraktnya itu.

Tidak seberuntung analisis wacana, studi kasus dan semiotik, selama ini belum banyak buku-buku khusus yang membahas metode penelitian etnografi dalam budaya, khususnya di Indonesia. Pun metode ini juga belum terlalu banyak diadaptasi oleh para peneliti dalam kajian budaya walaupun diakui sumbangsihnya dalam menyediakan refleksi mengenai masyarakat dan perkembangan budaya terhitung tidak sedikit. Beberapa keunikan dan fenomena yang mengikuti eksistensi metode penelitian etnografi dalam budaya ini membuat penulis meliriknya sebagai salah satu metode yang layak dikenalkan, dikembangkan dan dirujuk dalam penelitian budaya. Untuk itu, dengan mengacu pada beberapa referensi buku, penulis akan memetakan secara ringkas metode penelitian etnografi. Baca entri selengkapnya »

Posted in jurnal pemikiran, penelitian | Dengan kaitkata: , , | 5 Comments »

Bertamasya di Jawa pada Awal Abad XIX

Posted by Edi Purwanto pada Oktober 10, 2010

The History of Java Terjemahan 

Rasanya saya sudah lama sekali tidak menguatak-atik beberapa buku koleksi pribadi. Di Kontrakan lama buku-buku hanya  saya tumpuk bercampur dengan peralatan yang lain, sehingga hampir tidak bisa dibedakan lagi mana yang buku, Koran, majalah, newsletter ataupun pakaian kotor (suasananya seperti kapal pecah). Setelah beberapa hari pindahan, saya harus menata ulang beberapa buku sehingga ruangan kontrakan yang baru ini bisa tampak sedap dipandang mata dan nyaman saya tempati. Baca entri selengkapnya »

Posted in pemikiran tokoh, penelitian, Resensi buku, serba-serbi | Leave a Comment »

Junwatu Lestarikan Bersih Dusun

Posted by Edi Purwanto pada September 21, 2010

Oleh Edi Purwanto pada 21 September 2010

Warga Dusun Junwatu Desa Junrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu akan mengadakan selametan dusun pada Pada kamis Wage, 30 September 2010 atau bertepatan dengan 21 Syawal di penanggalan Jawa. Acara yang digelar secara rutin setiap tahun ini akan dilaksanakan selama 3 hari penuh.

Ruwatan bersih desa dengan wayangan

Umumnya pelaksanaan selamatan desa dilakukan satu desa, namun di Desa Junrejo selamatan dilakukan di masing-masing dusun. Menurut Wignyo selaku kamituwo (sesepuh) dusun Jeding, hal ini dikarenakan setiap dusun memiliki hari jadi sendiri-sendiri, sehingga dalam bersih dusun juga dilakuakan sendiri-sendiri.  Dahulu pernah dilakukan secara bersasma-sama satu desa, namun karena berbagai alasan maka kembali dilakukan di masing-masing dusun.

Ritual bersih dusun ini di beberapa daerah ada yang dinamakan sebagai ritual mreti desa, di Jawa Tengah disebut dengan dukutan. Di Jawa Timur sendiri ada beberapa istilah yaitu nyadran dan selametan yang  kadangkala ritual ini digabung dengan upacara adat sedekah bumi atau mreti bumi.

Menurut Wignyo bersih dusun ini bertujuan untuk membersihkan desa dari segala bala’(musibah), baik yang sudah terjadi maupun yang akan datang. Harapannya adalah agar dusun dan seluruh mahluk yang berada di dalamnya bisa terhindar dari berbagai bala’. Menurut Wignyo Bersih Desa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang menunjukkan bahwa manusia jadi satu dengan alam. Ritual ini juga dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi mereka.

Menurut Dedik Efendi selaku Panitia bersih dusun, acara selamatan dusun ini akan dilakukan dengan serangkaian acara yang akan dilakukan selama tiga hari. Mulai Rabu malam sampai dengan Jumat malam. Rangkaian acara bersih dusun itu akan diawali dengan Istighosah bersama pada Rabu malam di depan balai Desa Junrejo yang akan melibatkan berbagai element masyarakat dan beberapa tokoh agama di Junrejo.

Berebut berkah Bersih desa

Keesokan harinya akan dilaksanakan ritual bersih dusun yang akan dilaksanakan di danyangan Mbah Junwatu. Acara ini akan dimulai jam 06.30 sampai dengan 08.00, lanjut Dedik. Upacara ritual bersih dusun akan dipimpin oleh sesepuh Dusun Junwatu. Setelah berakhirnya ritual, akan dilanjutkan dengan ruwatan dengan pertunjukan kesenian Jaran kepang serta kesenian klontong (sebuah kesenian tradisional yang memadukan kesenian kentrung dengan jaranan).

Kemudian malam harinya akan ada ruwatan wayang kulit dengan dalang Ki Suwondo dari Blitar. Pada malam terakhir, menurut ketua RW 04 ini, warga Junwatu akan dihibur para pendekar-pendekar dari berbagai tempat lewat kesenian pencak silat. Sebuah pertunjukan yang sangat menantang nyali para pemuda acara ini sekaligus sebagai akhir penelenggaraan bersih dusun.

M. Faizal, selaku kamituwo Junwatu mengatakan bahwa pada tahun ini tidak melakukan karnaval seperti tahun-tahun sebelumnya. Tayub yang dahulu senantiasa menjadi kesenian wajib pada saat bersih desa Juga tidak ada pada tahun ini. Menurutnya, masyarakat Junwatu tidak menghendaki karnaval dan tayuban. “Karena permintaan masyarakat seperti itu maka saya harus mengikutinya”, pungkas Faizal.

*****

Harusnya Kota Batu tidak saja hanya menjadi kota pariwisata yang berbasiskan pada hal-hal yang popular seperti adanya Jatim Park, Batu Night Spektakuler (BNS), Museum Satwa, Agrowisata dll. Namun Batu sebenanrya memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan wisata budaya. Karena kota Batu masih memiliki tradisi yang kuat yang bisa dijual dan dinikmati oleh wisatawan. Selain itu batu juga memiliki beragam kesenian dan kebudayaan yang harus mendapatkan porsi yang tinggi dalam mengangkat Batu sebagai kota Wisata. Mungkin ini sampai hari ini belum menjadi agenda Dinas Pariwisata, namun banyak yang berharap agar pemerintah bisa lebih peka dalam mengembangkan potensi budaya yang ada.

Pada dasarnya bersih desa merupakan pernyataan masyarakat terhadap identitas, akar budaya, dan idealisme melalui pengalaman otentik orisinal komunitas, dimana komunitas menjadi pencipta budayanya sendiri, bukan hanya obyek yang dicekoki oleh rezim kebudayaan yang menghegemoni, seperti globalisasi budaya kapitalistik yang menggurita akhir-akhir ini.

Posted in penelitian, perjalanan | Leave a Comment »

Pecel Tumpang Pincuk Lesehan Jalan Dhoho Kediri

Posted by Edi Purwanto pada September 13, 2010

Oleh Edi Purwanto pada 13 September 2010

Jika anda berjalan-jalan ke Kota Kediri pada malam hari, belum lengkap jika tidak berkunjung di Jalan Dhoho. Jalan Dhoho ini layaknya Jalan Marlboro di Yogyakarta, namun versi Kediri. Berbagai pertokoan berjajar sepanjang Jalan Dhoho. Ada toko pakaian, aneka kerajinan dan swalayan. Tidak lupa berbagai makanan khas Kediri juga terpampang sepanjang jalan ini.

pecel tumpang

Termasuk di antaranya adalah pecel tumpang. Nah, setelah anda puas berbelanja, anda bisa istirahat santai di pinggir Jalan Dhoho sembari memesan nasi pecel tumpang pincuk. Sembari makan pecel tumpang kita bisa menikmati lalu lalang kendaraan yang berjalan lambat di sepanjang Jalan Dhoho.

Pecel tumpang Jalan Dhoho biasanya mulai digelar pukul 15.00 WIB hingga tengah malam. Jangan anggap bahwa pecel tumpang di sini disajikan di dalam ruangan lengkap dengan tempat duduk seperti apa yang kita bayangkan. Pembeli hanya disediakan tikar plastik atau karpet dan bebas memilih tempat duduk lesehan. Boleh di depan pertokoan yang tutup, trotoar maupun di manapun di sepanjang Jalan Dhoho, asal tidak di tengah jalan.

Para penjual pecel tumpang pun tidak memiliki bedak. Mereka menggelar dagangannya di depan pertokoan dengan bermodalkan pikulan dan tempat seadanya. Walaupun tempat pedagang antara satu dengan lainnya saling berdekatan, namun mereka sama sama laku dan memiliki penggemar fanatik. Para penikmat pecel tumpang fanatik itu seringkali datang hanya untuk bersantai dan menikmati makanan khas Kediri ini.

Menu yang disajikan pun beragam, sesuai dengan selera pembeli. Ada yang suka dengan nasi pecel, nasi tumpang maupun nasi campur (campuran antara tumpang dan pecel). Cara penyajian sambal tumpang tak jauh beda dengan cara penyajian sambal pecel, yaitu dengan nasi yang di atasnya di beri aneka lalapan atau sayur – mayur yang telah direbus terlebih dahulu lalu disiram dengan sambal tumpang dan diberi peyek sebagai pelengkap, bisa peyek kacang atau peyek teri. Pecel tumpang ini disajikan disajikan di atas pincuk yang terbuat dari daun pisang. Anda bisa menggunakan sendok yang disediakan atau muluk pakai tangan. Jika anda muluk anda tinggal minta kobokan untuk cuci tangan.

Tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk menikmati makanannya hanya mengeluarkan Rp. 5000,- anda sudah mendapatkan satu pincuk pecel tumpang, 1 gelas teh anget ato es teh dan sisanya bisa buat parkir. tidak mahal bukan?

Pecel Tumpang Pincuk

Sambal tumpang terbuat dari tempe yang telah busuk (bosok). Tempe yang sudah membusuk ini dimasak di campur dengan aneka bumbu seperti lombok atau cabe, bawang, garam dan bumbu dapur lainnya. Sambal tumpang memang terbuat dari tempe bosok, namun jangan keburu jijik cobalah dulu rasanya jika telah matang, pasti akan membuat anda ketagihan. Saya sudah mulai ketagihan nich.

Di Kota Malang tempat saya tinggal sekarang setahu saya pecel tumpang yang rasanya nendang di lidah hanya ada di samping Rumah Saikit Islam Dinoyo. Namun warung itu hanya buka dari jam 06.30 sampai jam 12.00 WIB. Itu pun saya harus mengantri panjang untuk mendapatkannya. Untuk para pembaca yang hoby makan pecel tumpang bisa merekomendasikan di mana tempat-tempat yang paling nikmat untuk makan pecel tumpang menurut anda. Pasti akan menjadi refrensi para pembaca yang lain penikmat Pecel tumpang.

http://www.jelajahbudaya.com/kabar-budaya/pecel-tumpang-pincuk-lesehan-jalan-dhoho-kediri.html

Posted in penelitian, perjalanan | Leave a Comment »

Sandal Jepit Sisian Trend Baru

Posted by Edi Purwanto pada September 13, 2010

Oleh Edi Purwanto pada 13 September 2010
Sandal anti maling sekaligus anti sisian

Bagaimanapun baik dan mahalnya harga sandal, tempatnya pasti di bawah. Sehari-hari barang ini hanya diinjak-injak karena hanya difungsikan sebagai alas kaki. Namun betapa pun tidak pentingnya sandal toh penampilan tidak akan lengkap tanpa barang yang satu ini.

Sandal jepit yang normal

Awalnya sandal jepit atau sering disebut sebagai sandal Jepang adalah sandal yang terbuat dari karet. Tali sandal biasanya berupa tali karet berbentuk huruf “V” yang menghubungkan antara bagian depan dan belakang sandal. Bagian atasnya tidak ada penutupnya sedangkan bagian bawahnya pun tidak ada haknya.

Sandal adalah alas kaki yang sudah dikenal manusia sejak zaman Mesir Kuno. Di zaman kuno, orang India, Assyria, Romawi, Yunani, dan Jepang juga sudah mengenakan sandal. Sandal jepit di Amerika Serikat disebut flip-flops, thongs, atau beach sandals. Beberapa negara memiliki istilah sendiri-sendiri untuk menamai sandal jepit ini. Konon menurut cerita, sandal jepit di Amerika ini adalah oleh-oleh dari Jepang prajurit AS Seusai Perang Dunia II.

Sandal sisian yang biasa kita temukan di rumah kos dan pesantren

Sandal jepit merupakan trend memang. Buktinya sandal ini masih laku hingga sekarang. Peminatnya pun sangat beragam. Mulai dari pejabat kelas tinggi hingga para gembel pun juga menggunakan sandal jepit ini. Biasanya para pejabat hanya menggunakan sandal jepit untuk hal-hal yang tidak resmi. Sementara kelas bawah menggunakan sandal jepit dalam berbagai momen baik resmi maupun tidak.

Selain sandal jepit ada sandal bakiak atau klompen. Sandal ini barangkali adalah yang paling unik, karena dibuat dari kayu. Sandal ini sejak dulu sudah populer di negara-negara Eropa, seperti Belanda, Belgium, Denmark dan Sweden. Yang asli memang di depannya tertutup. Hanya saja dipengaruhi oleh budaya Cina dan Jepang, sehingga kemungkinan besar bakiak Indonesia agar mudah dibuat bagian depannya tidak tertutup tetapi terbuka.

Sandal bakiak dari kayu

Bakiak Indonesia sama dengan bakiak Eropa memang diperuntukkan untuk kelas bawah. Bakiak ala Indonesia, dibuat dari kayu ringan dan diberi tali dari bekas ban untuk tempat jari kaki. Sederhana dan murah sekali. Biasanya kita sering mendapatkan sandal ini di pedesaan dan di pondok pesantren, atau di tempat lain. Namun sekarang peminat sandal ini lebih banyak kita mendapatkannya pada para santri di pesantren.

****

Biasanya kita mendapatkan sandal dalam bentuk berpasangan yaitu kanan dan kiri. Pasangan kanan dan kiri itu kita temukan dengan jenis dan warna yang sama. Orang akan sangat malu jika bepergian dengan menggunakan sandal yang tidak sesuai (sandal sisian). Karena orang beranggapan orang yangmemakai sandal ini sedang nglindur. Inilah ptologi sosial yang disematkan kepada orang yang berperilaku menyimpang. Sampai-sampai sandal yang berbeda pun dianggap sebagai patologi.

Trend baru sandal sisian bertuliskan “meski beda warna yang penting keren”

Namun patologi sosial di atas tidak ditemukan di rumah kos ataupun di pondok pesantren. Tempat di mana antara batas personal dan publik mulai bias. Atau barangkali kebiasaan ghasab (meminjam tapi tidak bilang dengan yang punya) yang biasa dilakukan para santri dan penghuni kos-kosan. Mereka sudah tidak lagi mempermasalahkan warna dan jenis sandal. Mereka hanya membutuhkan nilai pakai bukan nilai intrinsik sandal. Bagi mereka sandal sisian tidak menjadi persoalan. Bagi mereka tidak memakai sandal itulah yang menjadi persoalan.

Sandal sisian ini justru dibidik oleh produsen sandal sebagai peluang bisnis yang menarik. Dengan sentuhan produsen, sandal sisian sekarang malah menjadi trend tersendiri. Para penjual sandal sisian beda warna akhir-akhir ini mengambil banyak keuntungan. Konsumen sandal pun kini malah senang dengan sandal sisian.

Rupanya masyarakat kelas bawah mulai menyadari bahwa berbeda warna itu indah dan bukan lagi sebagai patologi sosial. Semoga sandal yang berbeda warna ini juga mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat tentang kebaeragaman agama, suku, ras, bangsa merupakan pernak-pernik yang indah untuk dilihat dan dijalankan. Semoga.

http://www.jelajahbudaya.com/kabar-budaya/sandal-jepit-dan-bakiak-alas-kaki-kelas-bawah.html

Posted in opini, penelitian, perjalanan | Leave a Comment »

Kontruksi Kebenaran tentang Dampak Merokok

Posted by Edi Purwanto pada Januari 28, 2009

Oleh : Edi Purwanto
Baru-baru ini muncul diskursif dipermukaan bumi Indonesia ini tentang haramnya merokok. Betapa naifnya lembaga resmi agama dari opemrintah yaitu MUI hanya mengurusi masalah sepele seperti ini. Untuk mengupas lebih jauh tentang keberadaan rokok dan bagaimana sebenarnya kontruksi kesehatan atas rokok itu di ciptakan mari kita ulas lebih detil dalam tulisan ini.
Sejarah Rokok
Jauh sekitar 200 sampai 300 tahun yang lalu rokok sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Pada sekitar tahun 1700-an merokok masih menjadi kebiasaan para bangsawan dan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Pada waktu itu orang masih menyebutnya sebagai dry drunkenness (minum angin).  Kebiasaan orang-orang waktu itu minum kopi sehingga ia memaknai rokok dengan Dry Drunkennes. Mereka beranggapan bahwasanya merokok sama halnya dengan minum kopi. Baca entri selengkapnya »

Posted in penelitian | Dengan kaitkata: , , | 10 Comments »

Tengger Nasibmu Kini

Posted by Edi Purwanto pada Juli 22, 2008

Mentari pagi sudah berada di atas kepalaku. Sengatnya panasnya seolah mau membakar kulitku. Saat itu aku mulai memasuki kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Naik turun dan benjolan-benjolan jalan yang sudah tidak karuan itupn kami lalui. Rupanya motor grand milik yudi itu tidak setangguh yang kami fikirkan. Motor itu tidak lulus uji ketika melewati jalan yag terjal dan curam itu. Rupanya jalan yang kami lewati sudah rusak parah. Seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk memperbaiki jalan menuju tempat wisata ini. Jalan ini emang sudah rusak parahkami sampai kebingungan mencari jalan yang bisa kami lewati. Semen yang dicor dengan ukuran 40 cm persegi itu sudah rusak parah. Saya melihat lobangan-lobangan besar memenuhi ruas jalan itu. Baca entri selengkapnya »

Posted in penelitian | Dengan kaitkata: , , | 8 Comments »

Eksklusivisme itu Berlabel Kos Muslim

Posted by Edi Purwanto pada Mei 26, 2008

“ Di mana ada gula di situ ada semut” barangkali adalah pepatah yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara rumah kos dengan kampus. Hampir dipastikan tak jauh dari kampus di situlah rumah-rumah kos bertebaran. Demikian pula di Malang yang konon katanya terkenal sebagai salah satu kota pendidikan.

Entah darimana asal usul bahasa kos itu sendiri. Lazimnya di Malang dan juga kota –kota yang lain, rumah kos adalah rumah tinggal yang menyewakan kamar-kamar tidurnya untuk disewakan kepada orang lain. Sewa menyewa itu dikenai biaya untuk jangka waktu tertentu. Penyewa seringnya diberi tanggung jawab atas kamar yang disewanya. Ini membedakan dengan tanggung jawab rumah kontrak(an) yang biasanya disewakan seisi rumah beserta fasilitasnya untuk dikelola oleh penyewa. Baca entri selengkapnya »

Posted in penelitian | 14 Comments »

Politik Anggaran Kesenian Jawa Timur

Posted by Edi Purwanto pada Mei 12, 2008

Oleh: Edi Purwanto

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jawa Timur tahun 2007, hingga kini masih menjadi perdebatan pro dan kontra di DPRD Jatim. Walaupun sudah disepakati dengan cara voting pada saat sidang paripurna pada tanggal 21 Desember 2006 lalu, tapi ternyata hingga tulisan ini kami tulis, RAPBD itu masih berada di meja Mendagri. Walaupun dengan cara voting akan tetapi RAPBD itu sudah menjadi ketetapan bersama dalam rapat paripurna. Rupanya isu pemilihan Gubernur Jatim pada tahun 2008 nanti, ikut mewarnai kericuhan yang terjadi pada saat penyusunan RAPBD Jawa Timur. Baca entri selengkapnya »

Posted in penelitian | Leave a Comment »